BELAJAR
PENDIDIKAN DARI PESANTREN
Pendidikan
merupakan langkah paling fundamental dalam membangun generasi kepemimpinan
pemuda masa depan. Indonesia sebagai negara yang di masa depan akan dipimpin
generasi mudanya mesti memiliki pemuda yang memiliki kapabilitas keilmuan dan
kecakapan moralitas yang kuat. Sayangnya, sistem yang digunakan dalam
pendidikan nasional terus berganti, seakan dengan bergantinya Menteri
pendidikan, berganti pula sistem yang diterapkan dalam pendidikan nasional. Hal
ini membuat karut marut pendidikan Indonesia yang tidak mempunyai tujuan utama
apa yang akan menjadi output dari pendidikan nasional selama ini.
Potret
pendidikan nasional
Salah
satu yang menjadi representasi dari produk pendidikan yang selama ini kita
terapkan adalah para pemimpin negara saat ini. Tentu jamak diketahui bahwa para
pemimpin kita adalah hasil dari pendidikan nasional yang selama ini kita
terapkan. Masalahnya, mayoritas masyarakat sudah muak atas kepemimpinan
berbagai pimpinan lembaga negara. Sebagaimana terjadi di Parlemen, Kementerian
dan berbagai penyelenggara negara lainnya.
Fenomena
ini sungguh menjadi permasalahan yang serius bagi kita semua, terutama
mahasiswa. Oleh karena mahasisawa merupakan generasi yang akan memimpin bangsa
ini di masa depan. Untuk memformulasi sistem pendidikan yang akan diterapkan di
Indonesia, haruslah selaras dengan cita-cita pendiri bangsa Founding Father.
Dalam hal ini Ki Hajar Dewantara merumuskan aspek-aspek pendidikan yang ideal
pertama, kontinuitas yaitu pendidikan harus dilakukan secara berturut-turut tidak
terputus. Kedua, konsentris yakni pendidikan yang fokus pada pengembangan
perilaku murid untuk menajdi teladan di masa depan. Ketiga, konvergen yakni
menuju satu titik pertemuan yang bersifat sentris.
John Stuart Mill (filosof
Inggris, 1806-1873 M) menjabarkan bahwa pendidikan itu
meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang
dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat
kesempurnaan. Tentu keadaan terbalik justru terjadi di Indonesia di mana para
pimpinan negara menampilkan perilaku amoral dan tindakan yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana beberapa
bulan ini marak isu-isu korupsi, suap dan penyalahgunaan wewenang. Kasus Setia
Novanto misalkan yang telah memperburuk citra bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang beradab dan berperilaku sesuai moralitas yang baik.
Meminjam H. Horne, bahwa pendidikan adalah proses yang terus
menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang
telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan,
seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan
dari manusia. Bukan penagajaran semata untuk formalisme di dalam pendidikaan.
Sebab dampak dari pengajaran semata tanpa proses pendidikan maka hasilnya juga
akan sangat mengecewakan.
Sementara John Dewey, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses
pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan
biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi
secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses
ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan
kelompok dimana dia hidup.
Hal senada juga dikemukakan oleh Edgar Dalle bahwa Pendidikan seharusnya
adalah usaha kesadaran yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik
agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap
untuk masa yang akan datang.
Dari
itu semua sangat jelas bahwa pendidikan sejatinya melahirkan manusia yang tidak
hanya memiliki keilmuan yang dalam dengan profesionalisme yang kuat, melainkan
pendidikan juga harus membentuk kepribadian manusia yang berintegritas dengan
nilai-nilai akhlak moralitas yang luhur.
Belajar dari Pesantren
Melihat
realita kepemimpinan yang mengalami krisis moralitas dan integritas maka kita
perlu belajar pendidikan dari pesantren. Dalam hal ini pesantren mempunyai
dasar-dasar pendidikan di antaranya adalah pertama, geneologi guru dan murid. Sistem
yang digunakan pesantren memiliki kebebasan penuh tanpa dikekang dengan produk yang mengekang, sehingga terjadi
hubungan dua arah
Dalam
hal pendidikan pesantren mendasari empat semangat di dalam jiwa sanubari
santri, pertama ruh al-tadayun (semangat beragama yang dipahami,
didalami dan diamalkan). Kedua, ruh al-wathoniyah (semangat cinta tanah air).
Ketiga, ruh al-ta’addudiyah (semangat menghormati perbedaan). Dan
keempat, ruh al-insaniyah (semangat kemanusiaan). Keempat semangat itu
selalu melekat dalam jiwa santri karna pesantren senantiasa menjadikan empat
pilar tersebut dalam proses pendidikannya dan pembelajarannya. Sehingga sistem
pendidikan pesantren sangat layak untuk dijadikan sistem pendidikan di
Indonesia, sebab pesantren telah membuktikan alumni-alumninya bisa menjadi
pemimpin dan teladan di dalam sosial masyarakat.
Dalam konteks saat ini di mana pendidikan tidak mampu menghasilkan generasi muda yang berintegritas maka sangat diperlukan untuk menerapkan pendidikan ala pesantren. Hal itu sudah terbukti yang mana pesantren tidak hanya memberi pendidikan atas pengetahuan semata, melainkan juga tentang moralitas dan akhlak yang baik.
Dalam konteks saat ini di mana pendidikan tidak mampu menghasilkan generasi muda yang berintegritas maka sangat diperlukan untuk menerapkan pendidikan ala pesantren. Hal itu sudah terbukti yang mana pesantren tidak hanya memberi pendidikan atas pengetahuan semata, melainkan juga tentang moralitas dan akhlak yang baik.
HAMMAM EL-MARISMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar