Imperialisme
Amerika Serikat di Afghanistan
Ketika
Amerika Serikat mendukung berbagai macam Islamisme dari tahun 1950-an, adalah
dukungannya pada para prajurit suci Islamis Afghan (Islamist holy warriors
atau mujahidin) dari 1979 dan sesudahnya, yang bakal menjadi penentu dalam
memproyeksikan Islamisme, terutama sayap radikal, ke dalam tataran
Internasional setelah 1990-an. Bagi Amerika Serikat, dukungan kepada mujahidin
berarti alat untuk melemahkan musuh Perang Dinginny, yaitu Uni Soviet. Karena itulah,
dengan bantuan dari sekutunya di wilayah (Saudi Arabia, Mesir, Israel, dan
Pakistan), Amerika memompa nilyaran dollar untuk pelatihan dan persenjataan
para mujahidin.
Sebagai
tambahan pada kelompok-kelompok yang berbasis di Afghanistan, Amerika Serikat
secara aktif menciptakan sejumlah prajurit suci sebagai cara yang lebih efektif
dalam menantang Uni Soviet. Maka CIA kemudian menjalankan program rekruitmen
dan mengadakan tur untuk orang-orang seperti Osama bin Laden dan Sheikh Azzam
(pemimpin spiritual mujahidin dan satu dari pendiri kelompok Palestina Hamas). Azzam
juga berkeliling luas ke Amerika Serikat, mengunjungi 26 negara bagian. Mereka yang
direkrut melalui kegiatan ini kemudian dilatih di berbagai lokasi militer yang
ada di Amerika Serikat.
Pelatihan
resmi dimulai di bawah pemerintaha Carter, dan termasuk pelatihan personel CIA,
prajurit militer, dan operasi-operasi ISI (dinas rahasia militer) Pakistan,
yang nantinya melatih para mujahidin di Afghanistan dan Pakistan. Para pelatih
mujahidin Afghan memberikan materi lebih dari keterampilan yang mematikan,
seperti bagaimana menusuk musuh dari belakang, bagaimana mencekik mereka,
bagaimana menggunakan gerakan karate untuk membunuh, bagaimana menggunakan
mesin yang canggih, sekring, dan bahan peledak yang canggih, bagaimana memakai
alat kendali jarak jauh (remote control) untuk melepaskan bom, dan
teknik perang psikologis. Amerika Serikat juga menyediakan sejumlah besar
persenjataan seperti bahan peledak plastik C4, senapan laras panjang, roket
anti tank yang digerakkan oleh kawat, dan roket anti pesawat Stinger.
Sumber
utama para sukarelawan dari jihad Afghan adalah dari dunia Arab dan ribuan
orang yang kini kemudian dikenal sebagai “Arab Afghanistan”, yang berasal dari
Mesir, Saudi Arabia, Aljazair, dan beberapa negara lainnya. Hingga saat itu,
Islamis militan di negara-negara tersebut tidak punya program di luar aksi-aksi
isolasi teror perkotaan. Perang Afghanistan dipakai untuk menyatukan mereka,
melatih mereka, dan membuat gerakan mereka hidup. Sebagaimana yang ditulis
Fawaz Gerges,
“Di
Afghanistan untuk pertama kalinya didirikan sebuah tentara global yang
sesungguhnya, prajurit-prajurit Islam-Arab Afghanistan. Tak pernah sebelumnya d
masa modern terdapat begitu banyak sekali Muslim dari berbagai tanah yang
berbeda dan berbicara dengan bahasa yang berbeda, melakukan perjalanan ke
sebuah negara Muslim untuk berperang melawan satu musuh bersama. Mereka warga
negara Mesir, Saudi, Yaman, Palestina, Aljazair, Sudan, Libya, Tunisia, Maroko,
Lebanon, Pakistan, India, Indonesia, Malaysia, dan sebagainya.[1]
Ketika
Uni Soviet mundur dari Afghanistan tahun 1989, hal ini menjadi poin tertinggi
dari gerakan Islamis Global, dan selanjutnya memberikan legitimasi bagi taktik
ekstremis para militan di mata mereka yang melihat para prajurit suci ini
sebagai pembuka jalan ke masa depan. Setelah tugas mereka di Afghanistan
selasi, para mujahidin lalu berpencar ke wilayah-wilayah lain seperti Bosnia, Kashmir,
dan lainnya untuk meneruskan perang suci.[2]
Bekas aset CIA Osama bin Laden, kemudian bersekutu dengan Ayman Al-Zawahari
asal Mesir, membentuk Al-Qaeda dan mengubah para pelaku jihad Afghanistan
menjadi sebuah fenomena global.
Diluar
al-Qaeda, sebagian besar dari para militan yang telah berperang di Afghanistan
kembali pulang ke Saudi Arabia, Mesir, Aljazair, dan lain sebagainya. Berbekal pelatihan
perang yang mereka peroleh dari CIA-ISI dan pengalaman perang langsung di garis
depan, para eks jihadis ini mulai memperluas taktik kekerasan di negara-negara
tersebut. Yang lainnya pindah dan tinggal di daerah-daerah suku di Pakistan
(juga di perkemahan mujahidin Afghan) dan mulai melatih generasi baru para
jihadis. Generasi berikutnya ini muncul pada saat sistem universitas mengalami
kemunduran dan tak seterdidik sebagaimana generasi sebelumnya. Oliver Roy
menyebut kelompok ini sebagai lumpenintelligentsia, dan berpendapat
bahwa mereka lebih berkecenderungan ke pandangan neo-fundamentalis. Ini adalah
sebuah kelompok orang yang akan terus melancarkan berbagai serangan di
negara-negara Barat, dari Prancis hingga Amerika Serikat.
Konsekuensi
lain dari Perang Soviet-Afghanistan adalah kemunculan Taliban dan berbagai
pasukan Islamis militan Pakistan. Perang Afghanistan telah menciptakan krisis
pengungsi besar-besaran dan tiga juta warga Afghanistan dipindahkan ke
Pakistan. Miskin dan terlantar, para pengungsi Afghanistan ini lalu mengirimkan
anak-anak mereka ke sekolah gratis (madrasah) berbasis tradisi Deobandi Islam. Anak-anak
ini tinggal di madrasah dan lepas dari lingkungan keluarganya serta masyarakat
pada umumnya, sehingga membuat para ulama memiliki kesempatan emas untuk
mencuci otak mereka dengan ide-ide Deobandi Islam. Anak-anak Afghanistan ini
juga berbaur dengan anak-anak Pakistan dari berbagai etnik dan mulai membuat
sebuah identitas Islam yang universal. Generasi anak-anak ini kemudian akan
muncul dalam dua faksi: Taliban Afghanistan dan milisi ekstrimis sunni yang tak
hanya membawa perjuangan mereka ke Kashmir, tapi juga melakukan pembantaian dan
mengganggu kaum Syiah di Pakistan. Jamaah Ulama Islam (JUI), partai ulama yang
berasosiasi dengan Deobandi melihat hal ini sebagai cara untuk memajukan agenda
mereka.
Dengan
dukungan dari pemerintahan Benazir Bhutto di Pakistan, Taliban mulai memegang
kendali atas Afghanistan di tahun 1994, dan akhirnya menaklukan Kabul pada
1996. Begitu berkuasa, mereka menerapkan filosofi Deobandi tak hanya kepada
komunitas mereka sendiri namun juga kepada keseluruhan Afghanistan. Sementara berbagai
kelompok mujahidin yang berkuasa di Afghanistan telah mulai mengislamkan
masyarakat Afghanistan, Taliban membawanya ke sebuah tahapan yang baru.
Perempuan
dipaksa memakai jilbab dan tak diperbolehkan bekerja; lelaki harus menumbuhkan
jenggot dan memakai jenis pakaian khusus; polisi moral dibangun untuk
menegakkan panji-panji moralitas Islam; televisi, musik, dan film dilarang
ketat. Singkatnya, atmosfir di dalam madrasah diproduksi kembali ke dalam
kota-kota dan desa-desa di Afghanistan. Selain penegakkan dogma agama,
perdagangan tingkat dasar, dan peperangan, Taliban sedikit sekali punya
ketertarikan pada hal lain. Mereka lebih suka pedesaan daripada perkotaan,
jalan tradisional daripada modernitas. Kendati demikian, Amerika Serikat lebih
dari senang untuk bekerja dengan Taliban dalam rangka membangun pipa kilang
minyak untuk membuka sumber gas alam dan minyak ke Laut Kaspia.
Pendeknya,
intervensi Amerika Serikat ke Afghanistan (dan Pakistan), memainkan peran yang
tidak kecil dalam melancarkan kekuatan beragam kaum Islamis. Arab Afghan
mengenalkan wacana dan taktik yang lebih ekstrim ke dalam gerakan islamis di
berbagai negara; beberapa diantaranya meneruskan perang suci ke wilayah lain;
mujahidin yang tetap tinggal kemudian melatih generasi baru neo-fundamentalis;
bin Laden membentuk al-Qaeda dan membangun pandangan pribadinya terhadap Barat;
dan Taliban, juga berbagai kelompok Islam Sunni di Pakistan, terus melanjutkan
usahanya untuk wilayah tersebut.
Kendati
peran yang dimainkan Amerika Serikat dalam mengobarkan kebangkitan
fundamentalisme Islam sangat krusial, ulasan atau analisis dominan dari bahaya
teroris baru sering menghilangkan sejarah ini. Sebaliknya, ulasan-ulasan ini
justru menyoroti Iran, yang revolusinya di tahun 1979 dipandang sebagai sumber
dari seluruh kejadian yang berhubungan dengan Islamis. Meski begitu, bahkan
disini, Amerika Serikat memainkan perannya, yakni dengan membatasi dan
menggagalkan kaum kiri, Amerika Serikat telah membantu terciptanya keterburukan
ideologi bagi kaum islamis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar