Rabu, 17 Mei 2017

Imperialisme Amerika Serikat di Afghanistan
Ketika Amerika Serikat mendukung berbagai macam Islamisme dari tahun 1950-an, adalah dukungannya pada para prajurit suci Islamis Afghan (Islamist holy warriors atau mujahidin) dari 1979 dan sesudahnya, yang bakal menjadi penentu dalam memproyeksikan Islamisme, terutama sayap radikal, ke dalam tataran Internasional setelah 1990-an. Bagi Amerika Serikat, dukungan kepada mujahidin berarti alat untuk melemahkan musuh Perang Dinginny, yaitu Uni Soviet. Karena itulah, dengan bantuan dari sekutunya di wilayah (Saudi Arabia, Mesir, Israel, dan Pakistan), Amerika memompa nilyaran dollar untuk pelatihan dan persenjataan para mujahidin.
Sebagai tambahan pada kelompok-kelompok yang berbasis di Afghanistan, Amerika Serikat secara aktif menciptakan sejumlah prajurit suci sebagai cara yang lebih efektif dalam menantang Uni Soviet. Maka CIA kemudian menjalankan program rekruitmen dan mengadakan tur untuk orang-orang seperti Osama bin Laden dan Sheikh Azzam (pemimpin spiritual mujahidin dan satu dari pendiri kelompok Palestina Hamas). Azzam juga berkeliling luas ke Amerika Serikat, mengunjungi 26 negara bagian. Mereka yang direkrut melalui kegiatan ini kemudian dilatih di berbagai lokasi militer yang ada di Amerika Serikat.
Pelatihan resmi dimulai di bawah pemerintaha Carter, dan termasuk pelatihan personel CIA, prajurit militer, dan operasi-operasi ISI (dinas rahasia militer) Pakistan, yang nantinya melatih para mujahidin di Afghanistan dan Pakistan. Para pelatih mujahidin Afghan memberikan materi lebih dari keterampilan yang mematikan, seperti bagaimana menusuk musuh dari belakang, bagaimana mencekik mereka, bagaimana menggunakan gerakan karate untuk membunuh, bagaimana menggunakan mesin yang canggih, sekring, dan bahan peledak yang canggih, bagaimana memakai alat kendali jarak jauh (remote control) untuk melepaskan bom, dan teknik perang psikologis. Amerika Serikat juga menyediakan sejumlah besar persenjataan seperti bahan peledak plastik C4, senapan laras panjang, roket anti tank yang digerakkan oleh kawat, dan roket anti pesawat Stinger.
Sumber utama para sukarelawan dari jihad Afghan adalah dari dunia Arab dan ribuan orang yang kini kemudian dikenal sebagai “Arab Afghanistan”, yang berasal dari Mesir, Saudi Arabia, Aljazair, dan beberapa negara lainnya. Hingga saat itu, Islamis militan di negara-negara tersebut tidak punya program di luar aksi-aksi isolasi teror perkotaan. Perang Afghanistan dipakai untuk menyatukan mereka, melatih mereka, dan membuat gerakan mereka hidup. Sebagaimana yang ditulis Fawaz Gerges,
“Di Afghanistan untuk pertama kalinya didirikan sebuah tentara global yang sesungguhnya, prajurit-prajurit Islam-Arab Afghanistan. Tak pernah sebelumnya d masa modern terdapat begitu banyak sekali Muslim dari berbagai tanah yang berbeda dan berbicara dengan bahasa yang berbeda, melakukan perjalanan ke sebuah negara Muslim untuk berperang melawan satu musuh bersama. Mereka warga negara Mesir, Saudi, Yaman, Palestina, Aljazair, Sudan, Libya, Tunisia, Maroko, Lebanon, Pakistan, India, Indonesia, Malaysia, dan sebagainya.[1]
Ketika Uni Soviet mundur dari Afghanistan tahun 1989, hal ini menjadi poin tertinggi dari gerakan Islamis Global, dan selanjutnya memberikan legitimasi bagi taktik ekstremis para militan di mata mereka yang melihat para prajurit suci ini sebagai pembuka jalan ke masa depan. Setelah tugas mereka di Afghanistan selasi, para mujahidin lalu berpencar ke wilayah-wilayah lain seperti Bosnia, Kashmir, dan lainnya untuk meneruskan perang suci.[2] Bekas aset CIA Osama bin Laden, kemudian bersekutu dengan Ayman Al-Zawahari asal Mesir, membentuk Al-Qaeda dan mengubah para pelaku jihad Afghanistan menjadi sebuah fenomena global.
Diluar al-Qaeda, sebagian besar dari para militan yang telah berperang di Afghanistan kembali pulang ke Saudi Arabia, Mesir, Aljazair, dan lain sebagainya. Berbekal pelatihan perang yang mereka peroleh dari CIA-ISI dan pengalaman perang langsung di garis depan, para eks jihadis ini mulai memperluas taktik kekerasan di negara-negara tersebut. Yang lainnya pindah dan tinggal di daerah-daerah suku di Pakistan (juga di perkemahan mujahidin Afghan) dan mulai melatih generasi baru para jihadis. Generasi berikutnya ini muncul pada saat sistem universitas mengalami kemunduran dan tak seterdidik sebagaimana generasi sebelumnya. Oliver Roy menyebut kelompok ini sebagai lumpenintelligentsia, dan berpendapat bahwa mereka lebih berkecenderungan ke pandangan neo-fundamentalis. Ini adalah sebuah kelompok orang yang akan terus melancarkan berbagai serangan di negara-negara Barat, dari Prancis hingga Amerika Serikat.
Konsekuensi lain dari Perang Soviet-Afghanistan adalah kemunculan Taliban dan berbagai pasukan Islamis militan Pakistan. Perang Afghanistan telah menciptakan krisis pengungsi besar-besaran dan tiga juta warga Afghanistan dipindahkan ke Pakistan. Miskin dan terlantar, para pengungsi Afghanistan ini lalu mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah gratis (madrasah) berbasis tradisi Deobandi Islam. Anak-anak ini tinggal di madrasah dan lepas dari lingkungan keluarganya serta masyarakat pada umumnya, sehingga membuat para ulama memiliki kesempatan emas untuk mencuci otak mereka dengan ide-ide Deobandi Islam. Anak-anak Afghanistan ini juga berbaur dengan anak-anak Pakistan dari berbagai etnik dan mulai membuat sebuah identitas Islam yang universal. Generasi anak-anak ini kemudian akan muncul dalam dua faksi: Taliban Afghanistan dan milisi ekstrimis sunni yang tak hanya membawa perjuangan mereka ke Kashmir, tapi juga melakukan pembantaian dan mengganggu kaum Syiah di Pakistan. Jamaah Ulama Islam (JUI), partai ulama yang berasosiasi dengan Deobandi melihat hal ini sebagai cara untuk memajukan agenda mereka.
Dengan dukungan dari pemerintahan Benazir Bhutto di Pakistan, Taliban mulai memegang kendali atas Afghanistan di tahun 1994, dan akhirnya menaklukan Kabul pada 1996. Begitu berkuasa, mereka menerapkan filosofi Deobandi tak hanya kepada komunitas mereka sendiri namun juga kepada keseluruhan Afghanistan. Sementara berbagai kelompok mujahidin yang berkuasa di Afghanistan telah mulai mengislamkan masyarakat Afghanistan, Taliban membawanya ke sebuah tahapan yang baru.
Perempuan dipaksa memakai jilbab dan tak diperbolehkan bekerja; lelaki harus menumbuhkan jenggot dan memakai jenis pakaian khusus; polisi moral dibangun untuk menegakkan panji-panji moralitas Islam; televisi, musik, dan film dilarang ketat. Singkatnya, atmosfir di dalam madrasah diproduksi kembali ke dalam kota-kota dan desa-desa di Afghanistan. Selain penegakkan dogma agama, perdagangan tingkat dasar, dan peperangan, Taliban sedikit sekali punya ketertarikan pada hal lain. Mereka lebih suka pedesaan daripada perkotaan, jalan tradisional daripada modernitas. Kendati demikian, Amerika Serikat lebih dari senang untuk bekerja dengan Taliban dalam rangka membangun pipa kilang minyak untuk membuka sumber gas alam dan minyak ke Laut Kaspia.
Pendeknya, intervensi Amerika Serikat ke Afghanistan (dan Pakistan), memainkan peran yang tidak kecil dalam melancarkan kekuatan beragam kaum Islamis. Arab Afghan mengenalkan wacana dan taktik yang lebih ekstrim ke dalam gerakan islamis di berbagai negara; beberapa diantaranya meneruskan perang suci ke wilayah lain; mujahidin yang tetap tinggal kemudian melatih generasi baru neo-fundamentalis; bin Laden membentuk al-Qaeda dan membangun pandangan pribadinya terhadap Barat; dan Taliban, juga berbagai kelompok Islam Sunni di Pakistan, terus melanjutkan usahanya untuk wilayah tersebut.
Kendati peran yang dimainkan Amerika Serikat dalam mengobarkan kebangkitan fundamentalisme Islam sangat krusial, ulasan atau analisis dominan dari bahaya teroris baru sering menghilangkan sejarah ini. Sebaliknya, ulasan-ulasan ini justru menyoroti Iran, yang revolusinya di tahun 1979 dipandang sebagai sumber dari seluruh kejadian yang berhubungan dengan Islamis. Meski begitu, bahkan disini, Amerika Serikat memainkan perannya, yakni dengan membatasi dan menggagalkan kaum kiri, Amerika Serikat telah membantu terciptanya keterburukan ideologi bagi kaum islamis.




[1] Gerges, Journey of Jihadist, 111.
[2] Kepel, Jihad, 10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar